Pilih Asuransi kesehatan atau BPJS?
Saya telah terdaftar sebagai peserta BPJS kesehatan, masih perlukah saya memiliki asuransi kesehatan? Pasti ada diantara kita yang bertanya demikian, kalau tidak, tidak mungkin anda nyasar di halaman ini. Saya sendiri juga berfikir seperti itu, dan salah satu kebiasaan saya adalah menggambarkan apa yang saya fikirkan dalam bentuk tulisan. Saya orangnya memang tidak terlalu suka curhat atau mencari jawaban dari permasalahan, tapi lebih suka pamerin masalah dalam artikel dunia maya.
Untuk menjawab pertanyaan diatas alangkah kita mengetahui persamaan dan perbedaan antara Asuransi kesehatan dengan BPJS kesehatan. Pada dasarnya keduanya adalah jaminan kesehatan, dan sama-sama memiliki iuran tertentu. Bayaran rutin asuransi biasa disebut dengan premi, dan BPJS disebut iuran. Sebenranya antara iuran dan premi itu sama saja (menurut penulis).
Sekarang coba kita lihat dari sisi penjaminan, apaka asuransi dan BPJS kesehatan memiliki perbedaan dalam hal penjaminan? Coba perhatikan perbedaan dibawah ini:
Alur administrasi saat berobat
Banyak orang berpendapat kalau BPJS itu ribet, karena untuk berobat ke rumah sakit kita butuh rujukan dari puskesmas atau klinik asal. Kalau menurut penulis, ini tidak merepotkan sama sekali. Kalau memang bisa ditangani di klinik kenapa harus minta rujuk ke rumah sakit? Oh.. jadi ceritanya anda tidak percaya sama doketer puskesmas atau klinik ya? Tahukah anda bahwa doketer di rumah sakit itu adalah dokter-dekter handal, untuk dapat bekerja di puskesmas mereka telah mengikuti persaingan berat untuk bisa lulus CPNS. Coba anda perhatikan sistem penerimaan pada rumah sakit swasta, dokternya direkrut dan diambil dari sisa-sisa dokter yang tak lulus CPNS.
Berfikirlah logis, apakah orang yang lulus CPNS lebih bodoh dari orang yang tidak lulus CPNS? Jadi jangan sesekali remehkan dokter puskesmas, sebab ekspresi meremehkan akan tergambar di wajah anda saat berobat, jadi wajar saja dokter puskesmas juga agak kurang respek dengan penyakit anda. Coba anda datang berobat dengan ekspresi penuh penghargaan, smua seluk beluk penyakit anda akan diceritakan dokter puskesmas secara lengkap, karena memang pada dasarnya mereka itu adalah dokter-dokter pintar.
“Ia… tapi tetap saja butuh rujukan kalo mau ke rumah sakit” begini, semua kita mau berobat di rumah sakit besar, padahal penyakitnya cuman panuan. Akhirnya apa? Rumah sakit penuh dengan antrian gara-gara orang kena panu, bisulan, influenza karena kena hujan, dan penyakit ringan lainnya. Jadi intinya rujukan itu bukan hal yang merepotkan. Lagipula kalau kasusnya dalam keadaan Gawat Darurat anda bisa berobat di rumah sakit tanpa harus urus rujukan BPJS dulu.
Sekarang mari kita perhatikan Asuransi kesehatan. Saya juga tahu kalau asuransi tidak perlu rujukan, tapi tetap kalau berobat di rumah sakit non mitra, kita harus bayar duluan. Setelah sembuh (keluar rumah sakit) kita bisa mengajukan klaim berdasarkan kuitansi dari rumah sakit. Pertanyaannya, apakah klaim akan segera cair begitu kita menunjukkan kuitansi berobat? Jangan salah dulu, prosesnya klaim masih panjang, tentu saja pihak asuransi akan periksa dulu kebenaran kuitansi tersebut dengan menceknya ke rumah sakit bersangkutan. Dan tidak jarang bayaran klaim asuransi kesehatan lebih rendah dari angka di kuitansi rumah sakit, alasannya sederhana “penyakit tersebut tidak ditanggung asuransi dan bla.. bla.. bla..”
BPJS kesehatan memang harus melalui proses rujukan, tapi dengan BPJS kita bisa melakukan medical check up kapan saja, berulang hingga sesuka hati dengan pertanggungan BPJS. Contohnya, jika kita mau Rontgen 30 kalipun dalam sebulan, biayanya akan tetap ditanggung sepenuhnya oleh BPJS kesehatan. Coba anda cari ada gak Asuransi kesehatan yang menawarkan jaminan tanpa batas terhadap medical check up?
Pilihan rumah sakit.
Memang ada beberapa rumah sakit swasta yang tidak melayani peserta BPJS, tapi walaupun kita berobat di rumah sakit demikian tetap saja dapat melakukan klaim ke BPJS dengan menunjukkan kwitansi, tentu saja sesuai dengan aturan jenis penyakit yang ditanggung BPJS kesehatan. Lagipula sudah jarang rumah sakit swasta yang tidak menerima pasien BPJS.
Asuransi Kesehatan bisa diklaim di semua rumah sakit swasta dan pemerintah. Tapi tetap saja kebanyakan harus bayar di muka . Jadi intinya saya lebih memilih tidak sakit daripada pilih BPJS atau asuransi kesehatan (LOL).
Lambatnya layanan di rumah sakit?
Apa benar layanan rumah sakit terhadap pasien BPJS diperlambat? Itu mitos aja kali, yang benar itu pasien BPJS harus ikut antrian. Terus bagaiman jika si pasien dalam keadaan gawat, masak harus antri juga? Pasien yang berkategori gawat darurat dipersilahkan langsung ke UGD rumah sakit manapun tanpa harus antri.
Asuransi kesehatan emangnya gak antri ya? Rasanya dalam kondisi sekarang ini tidak ada rumah sakit yang tidak antri. Semua rumah sakit penuh disesaki orang berobat, jadi baik pasien peserta BPJS, Umum, maupun Asuransi kesehatan harus menghadapi kenyataan antri di loket.
Itulah perbedaan dan kesamaan BPJS dengan Asuransi Kesehatan, secara pribadi penulis lebih memilih “Tidak Sakit” daripada Asuransi Kesehatan ataupun BPJS. Semoga tulisan singkat ini bisa bermanfaat, lebih dan kurang alangkah bainya kita diskusikan melalui komentar.
Untuk menjawab pertanyaan diatas alangkah kita mengetahui persamaan dan perbedaan antara Asuransi kesehatan dengan BPJS kesehatan. Pada dasarnya keduanya adalah jaminan kesehatan, dan sama-sama memiliki iuran tertentu. Bayaran rutin asuransi biasa disebut dengan premi, dan BPJS disebut iuran. Sebenranya antara iuran dan premi itu sama saja (menurut penulis).
Sekarang coba kita lihat dari sisi penjaminan, apaka asuransi dan BPJS kesehatan memiliki perbedaan dalam hal penjaminan? Coba perhatikan perbedaan dibawah ini:
Alur administrasi saat berobat
Banyak orang berpendapat kalau BPJS itu ribet, karena untuk berobat ke rumah sakit kita butuh rujukan dari puskesmas atau klinik asal. Kalau menurut penulis, ini tidak merepotkan sama sekali. Kalau memang bisa ditangani di klinik kenapa harus minta rujuk ke rumah sakit? Oh.. jadi ceritanya anda tidak percaya sama doketer puskesmas atau klinik ya? Tahukah anda bahwa doketer di rumah sakit itu adalah dokter-dekter handal, untuk dapat bekerja di puskesmas mereka telah mengikuti persaingan berat untuk bisa lulus CPNS. Coba anda perhatikan sistem penerimaan pada rumah sakit swasta, dokternya direkrut dan diambil dari sisa-sisa dokter yang tak lulus CPNS.
Berfikirlah logis, apakah orang yang lulus CPNS lebih bodoh dari orang yang tidak lulus CPNS? Jadi jangan sesekali remehkan dokter puskesmas, sebab ekspresi meremehkan akan tergambar di wajah anda saat berobat, jadi wajar saja dokter puskesmas juga agak kurang respek dengan penyakit anda. Coba anda datang berobat dengan ekspresi penuh penghargaan, smua seluk beluk penyakit anda akan diceritakan dokter puskesmas secara lengkap, karena memang pada dasarnya mereka itu adalah dokter-dokter pintar.
“Ia… tapi tetap saja butuh rujukan kalo mau ke rumah sakit” begini, semua kita mau berobat di rumah sakit besar, padahal penyakitnya cuman panuan. Akhirnya apa? Rumah sakit penuh dengan antrian gara-gara orang kena panu, bisulan, influenza karena kena hujan, dan penyakit ringan lainnya. Jadi intinya rujukan itu bukan hal yang merepotkan. Lagipula kalau kasusnya dalam keadaan Gawat Darurat anda bisa berobat di rumah sakit tanpa harus urus rujukan BPJS dulu.
Sekarang mari kita perhatikan Asuransi kesehatan. Saya juga tahu kalau asuransi tidak perlu rujukan, tapi tetap kalau berobat di rumah sakit non mitra, kita harus bayar duluan. Setelah sembuh (keluar rumah sakit) kita bisa mengajukan klaim berdasarkan kuitansi dari rumah sakit. Pertanyaannya, apakah klaim akan segera cair begitu kita menunjukkan kuitansi berobat? Jangan salah dulu, prosesnya klaim masih panjang, tentu saja pihak asuransi akan periksa dulu kebenaran kuitansi tersebut dengan menceknya ke rumah sakit bersangkutan. Dan tidak jarang bayaran klaim asuransi kesehatan lebih rendah dari angka di kuitansi rumah sakit, alasannya sederhana “penyakit tersebut tidak ditanggung asuransi dan bla.. bla.. bla..”
BPJS kesehatan memang harus melalui proses rujukan, tapi dengan BPJS kita bisa melakukan medical check up kapan saja, berulang hingga sesuka hati dengan pertanggungan BPJS. Contohnya, jika kita mau Rontgen 30 kalipun dalam sebulan, biayanya akan tetap ditanggung sepenuhnya oleh BPJS kesehatan. Coba anda cari ada gak Asuransi kesehatan yang menawarkan jaminan tanpa batas terhadap medical check up?
Pilihan rumah sakit.
Memang ada beberapa rumah sakit swasta yang tidak melayani peserta BPJS, tapi walaupun kita berobat di rumah sakit demikian tetap saja dapat melakukan klaim ke BPJS dengan menunjukkan kwitansi, tentu saja sesuai dengan aturan jenis penyakit yang ditanggung BPJS kesehatan. Lagipula sudah jarang rumah sakit swasta yang tidak menerima pasien BPJS.
Asuransi Kesehatan bisa diklaim di semua rumah sakit swasta dan pemerintah. Tapi tetap saja kebanyakan harus bayar di muka . Jadi intinya saya lebih memilih tidak sakit daripada pilih BPJS atau asuransi kesehatan (LOL).
Lambatnya layanan di rumah sakit?
Apa benar layanan rumah sakit terhadap pasien BPJS diperlambat? Itu mitos aja kali, yang benar itu pasien BPJS harus ikut antrian. Terus bagaiman jika si pasien dalam keadaan gawat, masak harus antri juga? Pasien yang berkategori gawat darurat dipersilahkan langsung ke UGD rumah sakit manapun tanpa harus antri.
Asuransi kesehatan emangnya gak antri ya? Rasanya dalam kondisi sekarang ini tidak ada rumah sakit yang tidak antri. Semua rumah sakit penuh disesaki orang berobat, jadi baik pasien peserta BPJS, Umum, maupun Asuransi kesehatan harus menghadapi kenyataan antri di loket.
Itulah perbedaan dan kesamaan BPJS dengan Asuransi Kesehatan, secara pribadi penulis lebih memilih “Tidak Sakit” daripada Asuransi Kesehatan ataupun BPJS. Semoga tulisan singkat ini bisa bermanfaat, lebih dan kurang alangkah bainya kita diskusikan melalui komentar.
Label: asuransi
0 Comments:
Beri Komentar
Home